Sejarah ilmu laduni -- Perjalanan Nabi Musa mencari Nabi Khidir
Orang yang mendapatkan ilmu laduni itu bukan hanya sekedar yang asalnya tidak bisa berbahasa Arab, atau berbahasa Inggris misalnya, kemudian tahu-tahu menjadi bisa. Atau tidak bisa membaca kitab kuning, tanpa sebab menjadi bisa. Lebih-lebih dikaitkan dengan kelebihan-kelebihan dan kesaktian (karomah), seperti dapat menghilang atau dapat terbang di udara. Ilmu laduni bukan demikian, akan tetapi berupa berbagai kemudahan dan kelebihan yang menyertai hidup seorang hamba yang sholeh, baik aspek ilmiah maupun amaliah yang akan menjadikan orang tersebut berma'rifat kepada Tuhannya.
Kalau datangnya kemampuan-kemampuan itu tanpa sebab dan tanpa proses yang harus dijalani oleh manusia, yang demikian itu hanyalah "sulapan" atau daya sihir, yang kadang-kadang datangnya dari setan Jin sebagai 'istidroj' atau kemanjaan sementara bagi manusia dan ketika masa tangguhnya habis, istidroj itu berangsur-angsur akan dihilangkan lagi untuk selamanya bersama kehancuran orang yang memiliki.
Demikian pula ketika pencarian-pencarian sumber ilmu laduni yang dijalankan oleh seorang shaleh terjebak dengan gambaran secara personal bukan secara karakter. Semisal mencari Nabi Khidhir secara personal, di pinggir-pinggir laut di muka bumi misalnya, bukan secara karakter di dalam lautan ruhaniah yang ada di dalam hati sanubari manusia. Mencari pertemuan dua lautan yang dapat dilihat mata, bukan lautan secara i'tibari, maka yang muncul kemudian boleh jadi adalah bayangan visual di dalam khayal manusia - yang dihasilkan dari sihir dan tipu daya setan Jin.
- Add new comment
- Downloads: 3314 | download (755.43 KB)
- 2138 reads