Saksi/Pengakuan Seorang Wanita dalam Islam

Pertanyaan :

Ulama yang terhormat, as-salamu `alaykum. 

Apakah agama Islam menganggap pengakuan seorang wanita itu separuh dari pengakuan seorang pria, apakah hal ini dalam satu kasus saja ataukah dalam semua kasus? Siapa sajakah para ulama yang mendukung pendapat pertama? Apakah bukti dari para ulama yang mengatakan bahwa pengakuan dari wanita tidak diterima dalam kasus pembunuhan dan zina?

Jazakum Allahu khayran.


Jawaban (Dr. Muzammil H. Siddiqi) :

Wa `alaykum as-salam wa rahmatullahi wa barakatuh.

Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pemuran lagi Maha Penyayang.

Segala puji hanya bagi Allah SWT dan shalawat serta salam bagi Nabi Muhammad SAW.


Saudariku, kami sangat terkesan dengan pertanyaan anda. Semoga Allah SWT menolong kita agar kita dapat selalu mengikuti agama Islam dan semoga kita menjadi penghuni surga kelak. Amin.

Dalam Islam, wanita tidak dianggap sebagai gender yang lebih lemah dan sebagian besar ayat-ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan masalah saksi/pengakuan tidak merujuk kepada  suatu gender/jenis kelamin. Beberapa ayat menyebutkan persamaan pengakuan baik itu datangnya dari pria maupun wanita. Tidak ada penyebutan yang menunjukkan bahwa saksi wanita lebih lemah atau saksi pria lebih kuat posisinya.

Atas pertanyaan anda, Dr. Muzammil H. Siddiqi, presiden Dewan Fiqih Amerika Utara, menjelaskan:

Kata shahadah dalam ragam bentuknya disebutkan dalam Al-Qu'ran sebanyak 156 kali. Hanya ada satu kata dalam Al-Qur'an yang menunjuk kepada gender (Al-Baqarah 2:282). Terpisah dari ayat Al-Baqarah 2:282 ini, dalam Al-Qur'an tidak ada kata-kata lain yang menunjuk kepada isu perbedaan gender dalam konteks saksi/pengakuan. Menurut Al-Qur'an tidak ada perbedaan sebagai saksi baik dia itu pria ataupun wanita; yang terpenting adalah ketepatan sehingga pengakuannya mendatangkan kebenaran dan keadilan. Dalam satu ayat di Al-Qur'an secara eksplisit menunjukkan kesamaan pengakuan seseorang baik pria maupun wanita (lihat Surat An-Nur 24:6-9).

Hanya dalam konteks transaksi dagang dan kontrak pinjam-meminjam, telah disebutkan bahwa jika tidak terdapat dua orang pria untuk dijadikan sebagai saksi maka satu orang pria dan dua orang wanita bisa pula menggantikannya (Lihat Surat Al-Baqarah 2:282). Alasannya bukanlah persoalan gender/jenis kelamin; dinyatakan dalam Al-Qur'an: Jika seseorang lupa/melakukan kesalahan, maka yang lain bisa mengingatkannya. Beberapa ulama menyebutkan alasan harus dua orang saksi wanita dikarenakan fakta bahwa kebanyakan wanita baik di masa lalu maupun di masa sekarang tidak terlibat langsung dalam urusan perdagangan. Al-Qur'an tetap menerima wanita sebagai saksi dalam urusan perdagangan, dan untuk memastikan adil maka diharuskan dua orang wanita.

Perlu dicatat bahwa penitikberatan hukum Syariah yang kita ikuti adalah yang berhubungan dengan penyembahan/ibadah; tetapi dalam urusan perdagangan/ekonomi isu keadilan menjadi faktor utama. Jika ada hakim melihat bahwa ada seorang wanita yang mengerti dan sangat mengenal seluk beluk transaksi dagang maka hakim tersebut bisa mempertimbangkan pengakuan wanita tersebut sama dengan pengakuan seorang pria. Hal ini tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur'an.



Sumber : Islamonline